Bukittinggi, Parijs van Sumatra - White Horse | Sewa Bus | Harga Bus Pariwisata

Sewa Bus

Harga Bus Pariwisata

Bukittinggi, Parijs van Sumatra

Monday, 01 October 2018

http://getlost.id/wp-content/uploads/2018/06/Jam-Gadang-696x464.jpg

Kota dengan liukan pegunungan nan elok, pemandangan bukit hijau, ngarai, serta Tri Arga (tiga gunung) yaitu Gunung Merapi (gunung tertinggi di Sumatera Barat), Gunung Singgalang, dan Gunung Sago menjadikan Bukittinggi sebagai gambaran alam yang sempurna, sampai-sampai zaman dulu disematkan gelar Parijs van Sumatera karena kecantikan alam dan kontur kota bisa dikatakan setara dengan Paris. Kota budaya ini juga memegang peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia dan sempat menjadi ibu kota negara sementara setelah Belanda menduduki ibu kota Yogyakarta dalam Agresi Milter tahun 1948. Dapat ditempuh kurang lebih dua jam dari Padang, Bukittinggi menjadi persinggahan berikutnya dalam jelajah wisata di Sumatera Barat.

Yang Menarik di Bukittinggi

Kalau ditanya apa yang menarik dari Bukittinggi jawabannya cukup beragam. Ada atraksi alam yang bisa dengan mudah disambangi karena berada di pusat kota, ada wisata sejarah dengan menelusuri gua perang sisa rezim Jepang, sedangkan untuk urusan perut, Bukittinggi sanggup memuaskan para pecinta kuliner tidak dengan Nasi Kapau semata. Kota ini nyaman untuk dikitari selama dua hari perjalanan, selebihnya bisa menambah waktu berkunjung jika berkenan mengunjungi Danau Maninjau ataupun Istana Basa Pagaruyung yang bisa dicapai melalui 1-2 jam perjalanan saja.

  • Jam Gadang

Menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi ini memiliki jam berukuran besar di empat sisinya, yang berperan sebagai penanda kota serta objek wisata. Nama gadang sendiri dalam bahasa Minangkabau berarti besar, hal ini selaras dengan rupa jam yang berukuran besar. Tak banyak yang mengetahui fakta bahwa Jam Gadang merupakan pemberian Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris Fort de Kock (benteng di Bukittinggi) saat Hindia Belanda berkuasa di Indonesia, di mana pembangunan Jam Gadang memakan biaya hingga 3.000 gulden, angka yang besar pada saat itu.Sebagai titik nol kota Bukittinggi, Jam Gadang tampak asri dengan area taman yang melingkupinya, sehingga warga lokal maupun wisatawan yang berkunjung dapat leluasa menikmati suasana.

  • Lubang Jepang Bukittinggi

Berada di dalam Taman Panorama, Lubang Jepang Bukittinggi menjadi saksi bisu tewasnya ribuan orang yang dipaksa bekerja membangun lubang milik rezim Jepang yang berkuasa saat itu. Lubang Jepang Bukittinggi merupakan salah satu satu lubang terpanjang di Asia yang panjangnya mencapai lebih dari enam kilometer, dengan beberapa lorong yang tembus di sekitaran Ngarai Sianok dan Fort de Kock. Pertama kali ditemukan awal 1950-an, lubang ini memiliki pintu lubang sebesar 20 sentimeter, dengan kedalaman 60-an meter. Setelah mengalami revitalisasi, rupa lubang sudah membaik, dengan jalur setapak yang dilapisi semen, diberi penerangan, walau masih terdapat coretan-coretan tidak bertanggung jawab pada dinding lubang. Di dalam lubang terdapat 21 ruangan sebagai markas militer, seperti bilik serdadu, ruang rapat, dapur, penjara, ruang penyiksaan, penyimpanan amunisi, tempat penyergapan, dan pintu pelarian. Lubang Jepang Bukittinggi buka setiap hari, mulai pukul 08:00-18:00, dengan tiket masuk Rp 15.000 (dewasa) dan Rp 12.000 (anak).

http://getlost.id/wp-content/uploads/2018/06/Ngarai-Sianok.jpg

  • Ngarai Sianok

Lembah curam berkelok-kelok ini memiliki kedalaman 100 meter dan panjang 15 kilometer serta dapat dinikmati dari Taman Panorama dengan membayar Rp 5.000 per orang, yang tepat dikunjungi menjelang matahari terbenam. Bagi yang ingin trekking, dapat menyusuri ngarai yang dikelilingi desa dan sawah ini. Batang – sungai dalam bahasa sempat – Sianok yang mengalir di ngarai ini dan bermuara di Samudra Hindia pun dapat ditelusuri dengan menggunakan kano dan kayak yang bisa disewa dengan rute dari Desa Lambah ke Desa Sitingkai Batang Palupuh selama 3,5 jam. Di sekitar ngarai banyak dijumpai berbagai tumbuhan langka, termasuk rafflesia arnoldi.

  • Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta

Bukittinggi juga identik dengan Bung Hatta, tokoh proklamator Indonesia yang asli dari kota ini. Berlokasi di Jalan Soekarno Hatta, museum ini merupakan rumah keluarga Hatta yang nampak rindang dan asri dari luar. Bangunan rumah tidak mencolok, berlantai dua dengan kesan tradisional terlihat dominan dari penggunaan material anyaman bambu dan kayu. Dengan melepas alas kaki, pengunjung bisa menelusuri tiap sudut ruangan, termasuk memasuki kamar pribadi Bung Hatta yang masih tertata sama seperti aslinya, termasuk sepeda miliknya. Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta buka setiap hari dari pukul 07:30-18:00, pengunjung hanya memberi sumbangan sukarela di pintu masuk.

  • Pasar Ateh

Sama seperti di Medan, bila berada di Bukittinggi, lewatkan sarapan ala prasmanan di hotel dan bertolakkan ke Pasar Ateh (Pasar Atas) yang tak jauh dari Jam Gadang. Disebut Pasar Ateh karena lokasinya yang harus diakses dengan menaiki anak tangga dari Pasar Bawah. Di sini terdapat RM Simpang Raya untuk menikmati roti goreng talua alias roti goreng telur yang mirip french toast dengan segelas teh talua (kuning telur ayam kampung diaduk sampai berbusa, lalu dituangi teh panas manis). Ada bagian di Pasar Ateh yang disebut Los Lambuang. Lambuang berarti lambung atau perut karena tempat ini dipenuhi pedagang makanan yang murah-meriah, seperti katupek gulai paku atau ketupat dengan gulai pakis yang merupakan menu sarapan khas Minang atau ketan kukus dengan kelapa parut, hingga pisang dan talas goreng. Menu sarapan lain yang populer adalah tomat top alias telur ayam setengah matang yang disajikan dengan tomat rebus dan disiram susu kental manis. Karena aneh, menu ini memang tidak disukai oleh semua orang.

  • Jembatan Limpapeh

Jembatan gantung ini menghubungkan Bukit Fort de Kock dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang di sisi bukit lainnya. Tergantung di atas jalan raya, kawasan ini  tak jauh dari Jam Gadang, tepatnya di terusan Jalan Tuanku nan Renceh. Dengan membayar Rp 5.000, pengunjung dapat melihat sisa benteng, mengamati berbagai satwa, belajar sejarah, dan sekaligus menikmati pemandangan yang indah. Fort de Kock sendiri didirikan pada tahun 1825 oleh Kapten Bauer di atas Bukit Jirek Negeri berupa bangunan setinggi 20 meter bercat putih dan hijau untuk pertahanan dalam menghadapi perlawanan rakyat Sumatera Barat dalam Perang Paderi pimpinan Tuanku Imam Bonjol.

http://getlost.id/wp-content/uploads/2018/06/Istana-Pagaruyung.jpgJelajah Sekitar Bukittinggi

  • Istana Basa Pagaruyung

Dalam perjalanan ke Bukittinggi dari Padang, bisa melewati Kabupaten Tanah Datar untuk mampir ke Istana Basa Pagaruyung yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat kota Batusangkar ke arah utara di Kecamatan Tanjung Emas. Istana yang sempat terbakar pada awal 2007 ini telah direstorasi dan dibuka kembali untuk umum pada 2013 dengan penambahan fasilitas, yaitu kolam dan arena perkemahan di belakang istana. Merupakan replika dari istana Kerajaan Pagaruyung yang berdiri tahun 1347 di Bukit Batu Patah, sejarah istana yang terdiri dari 11 gonjong, 72 tonggak, dan tiga lantai ini tak lepas dari kebakaran. Istana asli di Bukit Batu Patah musnah terbakar ketika terjadi kerusuhan berdarah di tahun 1804. Sedangkan replikanya pertama kali terbakar tahun 1961. Istana megah dengan arsitektur khas Minangkabau dengan ukiran dan atap ijuknya ini menyimpan benda-benda bersejarah Kerajaan Pagaruyung dan adat Minangkabau. Interiornya berhiaskan beludru warna-warni dengan taburan payet dan sulaman benang emas yang mewah. Istana Basa Pagaruyung dapat dikitari dengan membayar tiket masuk Rp 15.000 (dewasa) dan Rp 7.000 (anak). Jangan lewatkan berpose dengan menggunakan baju adat Minangkabau di sini yang bisa disewa dengan tarif mulai dari Rp 35.000. 

  • Danau Maninjau

Danau Maninjau relatif kecil, namun ukurannya yang kecil ini justru membuat pengunjung dapat melihat bentuknya secara utuh sambil membayangkan proses pembentukannya sebagai danau vulkanik, dan untuk menikmati pemandangan seutuhnya wisatawan bisa melintasi Kelok 44 (baca: Kelok Ampek-ampek) yang terkenal karena berupa jalanan berkelok sejumlah 44. Pada kelok ke-34 dari seluruh Kelok 44 (baca: Kelok Ampek-ampek) yang terkenal, terdapat warung kopi tempat pemberhentian untuk menikmati pemandangan danau dengan udara sejuk sambil menyeruput minuman hangat. Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati makanan khas setempat di salah satu restoran di tepi danau, yaitu Ikan Masak Pangek dan ikan bilis. Melihat danau ini dari ketinggian, yang pernah ke Swiss mungkin akan langsung teringat akan Danau Lucerne yang juga dibingkai perbukitan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, di sekitar Danau Maninjau merupakan tempat peristirahatan warga Belanda yang ingin menikmati paduan hangatnya sinar matahari hangat dan sejuknya angin sepoi-sepoi.

Selagi berada di Bukittinggi, wisatawan bisa menyediakan perjalanan sehari untuk menghampiri Payakumbuh yang menawan dengan lembah berbukit karst sekaligus merasakan pengalaman melintas di jalan raya mega konstruksi yang menyuguhkan pemandangan fantastis.

Sumber: Get Lost

Artikel Terpopuler